RADARSULSEL.CO.ID, JAKARTA, 14 Oktober 2025 — Proses hukum terkait dugaan tindak pidana penipuan dan atau penggelapan yang menyeret seorang pengusaha berinisial YD, pemilik SPBU di Sumatera Barat, masih berjalan tanpa kejelasan meskipun laporan telah masuk sejak Desember 2024. Hingga kini, belum ada satu pun pihak yang ditetapkan sebagai tersangka.
Kasus ini dilaporkan oleh seorang warga Kabupaten Pasaman Barat berinisial N, yang mengaku menjadi korban penipuan dalam urusan pengurusan izin usaha. Kejadian berawal dari pertemuan antara pelapor dan terlapor di sebuah hotel di Jakarta Selatan pada Desember 2023, di mana terlapor menjanjikan akan membantu proses perizinan dengan tenggat waktu tiga bulan. Pelapor pun menyerahkan sejumlah uang tunai, disertai penerimaan kwitansi dan cek sebagai bukti keseriusan dari pihak terlapor.
Namun, hingga batas waktu yang dijanjikan, izin tersebut tak kunjung diterbitkan dan dana yang telah diserahkan pun tidak dikembalikan. Upaya pelapor untuk meminta klarifikasi juga tidak membuahkan hasil. Merasa dirugikan secara materiil dan immateriil, pelapor kemudian melaporkan kasus ini ke Polres Metro Jakarta Selatan pada 31 Desember 2024, dengan Nomor Laporan Polisi: LP/B/4061/XII/2024/SPKT/POLRES METRO JAKSEL/POLDA METRO JAYA.
Laporan tersebut didasarkan pada dugaan pelanggaran Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan. Saat ini, kasus tersebut masih dalam tahap penyidikan oleh pihak kepolisian.
Sementara itu, terlapor diketahui telah mengajukan permohonan mediasi melalui mekanisme restorative justice pada 26 September 2025. Mediasi antara pelapor dan terlapor telah dilakukan pada Senin, 13 Oktober 2025 di ruangan Kanit III Ranmor dan disaksikan langsung oleh Kanit III Ranmor beserta penyidik. Namun, proses mediasi tidak menghasilkan kesepakatan, karena pihak pelapor menilai belum ada penyelesaian yang adil.
Ketidakjelasan proses hukum selama hampir satu tahun ini menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk dari Aliansi Rakyat Peduli Keadilan (ARPK), yang menyuarakan keprihatinan atas lambannya penanganan kasus tersebut. Mereka menilai tidak ada alasan hukum yang kuat bagi aparat untuk tidak menetapkan tersangka, mengingat unsur pidana telah cukup terang.
“Kami melihat ada kesan pembiaran dalam kasus ini. Laporan sudah masuk sejak 31 Desember 2024, tapi sampai hari ini belum ada progres signifikan. Padahal ini adalah pidana murni, dan aparat penegak hukum seharusnya bisa bertindak lebih cepat dan transparan,” ujar Koordinator Nasional ARPK dalam keterangan tertulisnya, Selasa (14/10).
Sebagai bentuk desakan terhadap aparat penegak hukum, ARPK akan menggelar aksi unjuk rasa damai di depan Mapolda Metro Jaya, menuntut agar Kapolda memberikan atensi khusus kepada Polres Metro Jakarta Selatan untuk segera memproses perkara ini sesuai dengan hukum yang berlaku.
Aliansi tersebut juga mengimbau masyarakat agar lebih berhati-hati terhadap pihak-pihak yang menawarkan jasa pengurusan izin atau proyek dengan cara-cara yang tidak resmi. Mereka menegaskan pentingnya penegakan hukum yang adil dan akuntabel sebagai bentuk perlindungan terhadap masyarakat dari praktik-praktik penipuan. (SKR).
Editor : ENAL RASUL.