Eksekusi Secara Tidak Bertanggungjawab, Pembiayaan ACC Akan Dituntut Secara Hukum -->

Eksekusi Secara Tidak Bertanggungjawab, Pembiayaan ACC Akan Dituntut Secara Hukum

Minggu, 12 Juni 2022, Juni 12, 2022


RADAR SULSEL.CO.ID, WAJO -  Polemik fidusia masih terus bergejolak di tengah-tengah masyarakat, salah satu yang diduga korban transaksi fidusia adalah Titin Neriyani (45) selaku Debitur oleh PT. Astra Sedaya Finance (ACC) Pare-pare selaku Kreditur.

Wanprestasi terhadap transaksi secara fidusia sering terjadi namun terkadang ada pihak-pihak tertentu yang melakukan perbuatan melawan hukum dan salah satu pelaku yang diduga adalah pihak pembiayaan ACC terhadap Titin Heriyani.

Sehingga dengan adanya perkara tersebut Titin Heriyani bersama tim kuasa hukumnya Andito yang didampingi oleh Ahmad Taufik dan Baso Syawal Akbar bertekad untuk membawa perkara ini ke ranah hukum sebagaimana disampaikan saat pertemuan di Coffee Vino, Sabtu (11/06/2022).

Dalam kegiatan pertemuan dan pengkajian hukum terhadap duduk perkara yang dialami, Titin Neriyani menyampaikan kronologis perkara yang pada pokoknya bahwa telah terjadi transaksi jual beli mobil secara kredit antara Titin Neriyani selaku Debitur terhadap PT. Astra Sedaya Finance (ACC) Pare-pare selaku Kreditur dengan objek jaminan fidusia berupa mobil merk DAIHATSU, Type SIGRA warna merah solid tahun 2020 dengan nomor Polisi DW 1260 LS. 

Transaksi dilakukan dengan perjanjian DP Mobil sejumlah Rp29.800.000,- (dua puluh sembilan juta delapan ratus ribu rupiah) dengan Angsuran Bulanan Sejumlah Rp3.310.000,- (tiga juta tiga ratus sepuluh ribu rupiah) yang akan berjalan selama 5 (lima) tahun. 

Menurut keterangan Titin Neriyani, ia telah melakukan pembayaran angsuran dengan lancar selama delapan bulan. Namun, terjadi kendala sehingga terjadi keterlambatan pembayaran.

Titin Neriyani pun menuturkankan bahwa ia telah meminta kebijaksanaan untuk perpanjangan waktu pembayaran yang akhirnya disepakati oleh pihak ACC, dengan ketentuan Titin Neriyani harus membayar beserta dengan dendanya.

Akan tetapi, pada saat dana pembayaran angsuran telah siap, debt collector yang mengaku dikuasakan pihak ACC secara serta-merta datang merampas mobil Titin Neriyani.

"Saya merasa sangat dirugikan atas perlakuan tersebut karena uang saya sudah banyak diterima oleh pihak pembiayaan lalu mobil diambil secara sepihak. Dan bahkan ironisnya saat mobil dirampas oleh debt collector pihak ACC, ada uang sejumlah Rp 5.000.000,- yang ikut dirampas bersama mobil," ujarnya.

Andito selaku kuasa hukum Titin Neriyani pun memberikan argumentasi hukumnya terhadap duduk perkara tersebut. Menurutnya, perbuatan yang dilakukan oleh pihak ACC tersebut adalah suatu perbuatan melawan hukum.

“Kami menduga perbuatan yang dilakukan oleh pihak ACC dalam hal melakukan pengambilan mobil/eksekusi objek jaminan fidusia adalah suatu perbuatan melawan hukum dengan dasar bahwa debt collector tidak mempunyai kewenangan untuk eksekusi objek jaminan fidusia, hal ini kami sampaikan sebagimana Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 terdahap Pasal 15 Ayat (2) Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dinyatakan bahwa kekuatan eksekutorial dan frasa sama dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945," jelasnya.

Olehnya itu Andito berpandangan bahwa seharusnya jika terjadi dugaan cidera janji (Wanprestasi, red) maka pihak kreditur harus membuktikan melalui pengadilan, setelah terbukti dan mempunyai kekuatan hukum tetap (inkrach, red) lalu kemudian melakukan eksekusi terhadap objek jaminan fidusia, itupun eksekusi dari pihak pengadilan bukan debt collector. 

Selanjutnya, Andito berpendapat bahwa hal yang mendasari eksekusi objek jaminan fidusia tidak boleh dilakukan secara serta-merta oleh pihak-pihak yang tidak berwenang adalah untuk menghindari kekeliruan yang akan merugikan salah satu pihak.

"Contohnya jika dilakukan eksekusi secara dadakan lalu di dalam mobil ada barang berharga yang ikut diambil secara tidak bertanggung jawab maka akan menimbulkan perkara baru, sehingga polekmik terhadap transaksi secara fidusia menjadi sebab munculnya Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 8 Tahun 2011 tentang pengamanan eksekusi jaminan fidusia dengan tujuan terselenggaranya pelaksanaan eksekusi Jaminan Fidusia secara aman, tertib, lancar dan dapat dipertanggunjawabkan dan terlindunginya keselamatan dan keamanan penerima jaminan fidusia, pemberi fidusia, dan atau masyarakat dari perbuatan yang dapat menimbulkan kerugian harta benda atau keselamatan jiwa," katanya.

Lebih lanjut, Andito menegaskan bahwa dasar hukum permasalahan ini sudah sangat jelas sehingga ia dan timnya menyatakan, patut diduga perbuatan yang dilakukan oleh pihak kreditur yakni PT. Astra Sedaya Finance (ACC) Pare-pare adalah perbuatan yang melanggar hukum.

"Kami dengan tegas menduga perbuatan yang ditempuh pihak kreditur dalam hal ini PT. Astra Sedaya Finance (ACC) Pare-pare adalah perbuatan yang melanggar ketentuan yang berlaku," Ungkapnya lebih lanjut.

Terakhir, Advokat muda itu pun mengaku telah melayangkan somasi terhadap ACC tertanggal 14 Mei 2022 namun sampai detik ini pihak ACC belum merespon untuk melakukan negoisasi dan memang diduga tidak beritikad baik.

"Perkara ini kami akan bawa ke ranah hukum untuk diproses lebih lanjut," tegas kuasa hukum Titin Neriyani itu.

Untuk diketahui bahwa kerugian konsumen yang timbul ditaksir dengan kerugian materil dan immaterial sejumlah Rp. 111.280.000,-. (SUKRI)

Editor : ENAL RASUL

TerPopuler