Problematika Pemutusan Kontrak Kerja pada Pekerjaan Konstruksi Bangunan Gedung (Proyek Instansi Pemerintah) -->

Problematika Pemutusan Kontrak Kerja pada Pekerjaan Konstruksi Bangunan Gedung (Proyek Instansi Pemerintah)

Jumat, 18 Februari 2022, Februari 18, 2022





RADAR SULSEL.CO.ID, WAJO - Pemutusan kontrak kerja merupakan sesuatu hal yang tidak diinginkan oleh karena akibat dari pelaksanaan pekerjaan yang terhenti akan menunda manfaat (nilai ekonomis) dan fungsi dari pekerjaan pembangunan fisik tersebut. Pembangunan fasilitas umum seperti pasar, rumah sakit, sekolah, jalan, jembatan, embung embung, dan lain sebagainya tiada lain adalah bertujuan untuk mendorong peningkatan perekonomian masyarakat sebagai upaya meningkatkan taraf hidup maupun meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dalam rangka menuju kemandirian daerah.

Salah satu faktor yang mendasari terjadinya pemutusan kontrak kerja adalah keterlambatan penyelesaian  suatu pekerjaan. Ketika masa waktu pelaksanaan pekerjaan telah berakhir dan addendum penambahan waktu pelaksanaan diberikan kepada rekanan dengan konsekuensi denda pekerjaan sebesar 1/1000 dari nilai kontrak untuk setiap hari keterlambatan (Perpres no.16 tahun 2018, pasal 56 ayat (2) namun pekerjaan belum jua rampung maka pejabat pembuat komitmen (PPK) yang terkait berhak mengambil keputusan sepihak yakni tindakan pemutusan kontrak pekerjaan karena rekanan dianggap tidak mampu menyelesaikan pekerjaannya (tercantum dalam surat perjanjian pelaksanaan pekerjaan konstruksi /kontrak). Jenis pekerjaan yang sering terjadi pemutusan kontrak kerja adalah pada pekerjaan konstruksi bangunan gedung. Untuk itulah perlu dilakukan evaluasi mengapa pekerjaan bangunan gedung sering mengalami keterlambatan penyelesaian pekerjaan.

Pekerjaan konstruksi bangunan gedung merupakan pekerjaan yang sangat kompleks dari segi pelaksanaan di lapangan. Konstruksi bangunan gedung mencakup pekerjaan sipil, arsitektural, elektrikal, sanitasi, dan plumbing sehingga konstruksi pekerjaan bangunan gedung dalam teknis pelaksanaannya membutuhkan waktu pengerjaan yang lama disebabkan antara item pekerjaan yang satu dengan lainnya saling berkaitan/berhubungan. Misal pengerjaan sloof belum bisa dikerjakan sebelum pekerjaan pondasi selesai, pekerjaan ringbalk dapat dikerjakan setelah pekerjaan sloof dan kolom telah rampung, pekerjaan atap belum bisa dikerjakan sebelum pekerjaan ringbalk selesai, begitu juga pada pekerjaan pengecetan baru dapat dikerjakan setelah pekerjaan plasteran dan acian rampung. Dengan metode pekerjaan yang saling terkait dan terikat itulah maka pekerjaan konstruksi bangunan gedung membutuhkan waktu pelaksanaan yang cukup lama (berbeda dengan pelaksanaan pekerjaan konstruksi bangunan lainnya seperti pekerjaan drainase, jalan, dan jembatan).

Dari gambaran metode pelaksanaan pekerjaan bangunan gedung diatas, dari segala kompleksitasnya baik dari sisi teknis pelaksanaannya maupun dari sisi pengadaan bahan/materialnya, maka pekerjaan konstruksi bangunan gedung membutuhkan perencanaan yang matang (ketelitian) sebelum masuk pada tahapan proses pelelangan sehingga pada saat proses pelaksanaan di lapangan tidak ada lagi perubahan perubahan perencanaan baik itu perubahan volume pekerjaan ataupun pengurangan dan penambahan item pekerjaan. Karena jika terjadi perubahan perencanaan (bukan dalam keadaan tertentu/kahar) maka rencana rencana kerja (manajemen proyek) yang sudah disusun/diatur oleh rekanan akan berubah baik itu dari segi time schedulle, penyediaan bahan/material di lokasi, maupun komposisi pekerjanya yang berdampak bertambahnya biaya  overhead pekerjaan. Kondisi demikian tentu akan merugikan rekanan/pelaksana proyek sehingga ketika pengeluaran kebutuhan pekerjaan sudah melebihi dari rencana anggaran biaya (RAB) rekanan itu sendiri maka memungkinkan rekanan/kontraktor akan mempertimbangkan untuk tidak melanjutkan pekerjaannya dan mengambil tindakan penghitungan progress /bobot pekerjaan (pembayaran berdasarkan pekerjaan yang sudah dikerjakan).

Untuk itulah otoritas terkait dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa  baik itu kuasa pengguna anggaran (KPA) maupun pejabat pembuat komitmen (PPK) seyogyanya dapat memberi perhatian khusus pada pekerjaan konstruksi bangunan gedung dalam rangka mengindari hal hal yang tidak diinginkan bersama (pemutusan kontrak kerja) mengingat dampak yang ditimbulkan akan merugikan semua pihak pihak yang terkait didalamnya baik itu rekanan, instansi pemerintahan dan terkhusus pada masyarakat  umum. (**) 

By : Muhammad Khalid HM
(Anggota Kadin Wajo)

TerPopuler